Rabu, 21 Maret 2012

Perilaku Terpuji


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya Timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dan tidak memerlukan pertimbangan akal pikiran lebih dahulu. Akhlak terpuji umuya disama artikan dengan akhlakul karimah. Dimana setiap kesempatan dan situsional orang berbicara tentang akhlak terpeju. Memang ini menarik untuk dibicarakan, akan tetapi sulit untuk dipraktekan. Banyak hal yang dapat di lakukan untuk mewujudkan akhlak atau perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Selain akhlak terpuji yang perlu kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain akhlak terpuji yang perlu kita tanamkan dalan diri kita adalah akhlak kepada pencipta, dimana itu berhubungan langsung dengan ketaatan dan ketaqwaan kepada Pencipta yaitu Allah SWT.
Karena semakin majunya zaman banyak generasi muda yang jauh dari ilmu agama, dan sering menyimpang dari akhlak terpuji, perihak, negara kita perlu adanya generasi muda yang beradaban tinggi dan berakhlak terpuji agar menjadi negara yang maju, makmur, dan berbudi pekerti luhur, selain itu ternyata menerapkan perilaku terpuji juga baik untuk kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani, oleh sebab itu, saya mengangkat tema akhlak terpuji dan akhlak kepada Pencipta dalam kehidupan sehari-hari.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Tawadhu beserta contohnya?
2.    Apa pengertian Ta’at beserta contohnya?
3.    Apa pengertian Qana’ah beserta contohnya?
4.    Apa pengertian Sabar beserta contohnya?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui dan memahami akhlak-akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya Tawadhu beserta contohnya.
2.    Untuk mengetahui dan memahami akhlak-akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya Ta’at beserta contohnya.
3.    Untuk mengetahui dan memahami akhlak-akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya Qana’ah beserta contohnya.
4.    Untuk mengetahui dan memahami akhlak-akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya Sabar beserta contohnya.



























BAB II
PEMBAHASAN

Akhlak adalah perilaku lisan, perbuatan fisik, dan bahkan perbuatan diam juga termasuk dalam kategori akhlak. Akhlak terpuji adalah perilaku baik yang dimiliki seorang manusia. Akhlak terpuji merupakan bentuk implementasi dari keimanan manusia. Allah sangat menyukai hamba-Nya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Bentuk dari akhlak terpuji, antara lain : Tawadhu’, Qana’ah, Taat, dan Sabar.

A.  Pengertian Tawadhu’
Sikap merendah tanpa menghinakan diri  merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Merendahkan diri (Tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya.
Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Sehingga Tawadhu’ memiliki pengertian rendah hati.[1] Selain itu, Tawadhu’ kepada Allah SWT adalah sikap merendahkan diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah SWT. Pada diri Rasulullah SAW banyak sekali sikap tawadhu’ sikap tawadhu’ yang beliau lakukan.[2]
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya: “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud ).
Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong. Tahukah anda apa yang diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala karena tidak memiliki sikap tawadhu’ dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya.
Contoh dari sifat Tawadhu’ adalah: Dalam suatu riwayat dikisahkan, bahwa pada waktu Nabi Muhammad SAW menunaikan ibadah haji, beliau menunggu seekor unta jantan yang sangat sederhana. Unta itu tidak dilengkapi pelana yang serba mewah dan indah sebagaimana dilakukan oleh raja-raja, melainkan hanya terhampar sehelai permadani yang tipis. Di atas unta itu beliau berdoa,”Ya Allah jadikanlah ibadah hajiku ini suatu ibadah yang tidak mengandung riya, takabur, dan angkuh”.[3] Hikmah yang dapat kita petik dari contoh diatas adalah bahwa dalam beribadah selayaknya kita harus melaksanakannya dengan dilandasi sikap tawadhu’ karena hal itu berdampak pada kesucian ibadah yang imbasnya dapat kita rasakan dengan kenikmatan batin, sebab kenikmatan itu dapat kita rasakan jikalau hati kita terhindar dari sikap riya atau pamer yang ingin kita tonjolkan kepada orang lain.

ü  Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji
yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan
menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman:
Description: 28:83

Artinya: Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS: Al-Qashash: 83)
            Fudhail bin Iyadh (seorang ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329).
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
            “Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah z)
            Ibnul Qayyim t dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata:
            “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
ü  Perintah untuk Tawadhu’
            Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah SWT:
Description: 33:21
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS:Al-Ahzab: 21)
Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu’, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau. Allah SWT berfirman:
Description: 26:215
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. (QS:As-Syu’ara: 215)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan.
Orang rendah hati akan mendapatkan kemuliaan dari Allah swt dan juga dari manusia disekitarnya. Sebaliknya orang yang takabur, sombong akan dibenci dan dijauhi serta dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan orang sombong tidak akan masuk surga, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
“ Tidak akan masuk surga orang yang terdapat dalam hatinya sifat takabur (sombong ) walau hanya seberat atom yang sangat halus sekalipun.” ( HR. Muslim )
Telah dibahas oleh para Ulama sifat tawadhu dalam karya-karya mereka baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau ,menyendirikan pembahasanya. Diantara mereka ada yang membagi Tawadhu menjadi dua :
1.    Tawadhu yang terpuji yaitu ke-tawadhu-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri dihadapan hamba-hamba Allah.
2.    Tawadhu yang dibenci yaitu tawadhu-nya sseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada disinya. ( Bahjatun Nazrin,1 / 657 ).
Sikap tawadhu’ merupakan sebuah sikap pengakuan seorang, hamba bahwa segala sesuatu di dunia ini semuanya hanya milik Allah semata sehingga kita sebagai seorang hamba tidak patut terlalu membangga-banggakan apa yang telah Ia titipkan, sebab sikap jelek yang seperti inilah yang nantinya membawa kita dalam kelalaian mengucap syukur terhadap apa yang telah di titipkan.
B.  Pengertian Ta’at
Taat berarti tunduk dan patuh untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Sifat taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan ini sangat diperlukan dalam kehidupan beragama, dalam keluarga, bermasayarakat,  maupun bernegara. Dalam beragama seseorang diperintahkan untuk taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya, denganmelaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang taat akan tetap melaksanakan shalat dalam keadaan sesibuk apapun, orang yang taat juga tetap menjalankan puasa walaupun merasakan lapar dan dahaga. Orang yang taat juga senang berzakat dan berderma walaupun kalau dihitung secaramatematis hartanya berkurang, namun dia meyakini bahwa pada hakikatnya harta itu tidak berkurang karena Allah SWT akan memberikan balasan yang lebih banyak.  

Beribadah secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Taat secara bahasa adalah senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah, Rasul maupun ulil amri. Hal ini sudah tertuang didalam:
Description: 4:59

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs An Nisa ayat 59)
Berpedoman pada sepotong firman Allah diatas yang memerintahkan orang-orang yang beriman supaya selalu memurnikan ketaatan hanya kepada Allah, Rasul maupun ulil amri. Soal pemimpin yang bagaimana yang harus ditaati tsb ? tentu pemimpin yang juga taat kepada Allah dan Rasulnya, lalu masih adakah pemimpin yang memiliki sifat seperti yang di uraikan diatas ? yang lebih mengutamakan kepentingan umum & rakyat badarai diatas kepentingan pribadi dan keluarganya ?.
Taat pada Allah tidak hanya asal taat, didalam pelaksanaan teknisnya harus benar dan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan dengan tampa alasan apapun menghentikan segala larangan-Nya. Sebenarnya apa-apa yang menjadi perintah Allah Taalla sudah tidak diragukan lagi pasti tersimpan sebagai kemaslahatan (kebaikan), sedangkan apa-apa yang menjadi larangan-Nya sudah tertulis akan segala kemudharatanya (keburukan). Kemudharatan (bencana alam dimana-mana) yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan imbas dari tidak menghiraukan segala larangan Allah dan Rasul-Nya. Qs Al-lmran ayat 32 memperjelasnya :
Description: 3:32

Artinya: Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Begitu   juga   ketaatan   kepada   Rasul,   yaitu   Rasulullah   Saw   dengan   selalu meimplementasikan yang terdapat  dalam  hadis  beliau.   Sebagai utusan Allah Nabi Muhammad Saw mempunyai tugas menyampaikan amanah kepada umat martusia tampa memandang status, jabatan, suku dsb. Oleh karena itu bagi setiap muslim yang taat kepada Allah Swt harus melengkapinya dengan mentaati segala perintah Rasullah saw sebagai utusan-nya. Sebagaimana yang difirmankan:
Description: 64:12
  
Artinya: Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Qs At Taqabunan ayat 12)
Contoh Perilaku Taat adalah, di dalam berkeluarga maka seluruh anggota keluarga harus taat kepada tatanan keluarga, suami bertanggung jawab menafkahi dan menyayangi anak istrinya.Istri taat kepada suami dan menjaga harta serta mendidik anak-anaknya dengan baik, anak taat dan patuh kepada kedua orang tuanya. Sikap taat dalam kehidupan berkeluarga juga dapat diwujudkan dengan menjalankan tugas di lingkungan keluarga dengan baik. Jika seluruh anggota keluarga menerapkan sikap taat, maka akan terwujud keluarga yang bahagia dan tenteram atau sakinah.
Penerapan sifat taat dalam kehidupan bermasyarakat adalah dengan mematuhi peraturan dan menjaga ketertiban di lingkungan masyarakat. Jika seluruh anggota masyarakat menerapkan sifat taat maka akan tercipta lingkungan yang aman, tenteram dan damai. Suasana semacam ini akan membuat seluruh anggota masyarakat merasakannya.
Demikan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara harus taat kepada pemerintah dan aturan-aturan yang berlaku. Dengan demikian tujuan utama Allah SWT memerintahkan kita agar menjadi orang yang taat adalah agar tercipta keidupan di dunia yang tenteram, damai, aman, dan membahagiakan. Sebaliknya jika saja seluruh manusia tidak memiliiki sifat taat, maka akan terjadi ketidakteraturan dan kerusakan.  
Allah Swt adalah adalah khalik, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Rasulullah Saw adalah utusan-Nya untuk seluruh umat manusia bahkan kelahiran dari beliau Saw alam semesta ini mendapat rahmat yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu siapapun yang telah berikrar (bersyahadad) maka dengan sendirinya lahirlah suatu kewajiban dalam bentuk ketaatan kepada keduanya dalam situasi dan kondisi apapun. Namun jenis ketaatan seperti yang disebutkan diatas akan lebih sempurna kalau diiringi dengan ketaatan dan kepatuhan kepada ulil amri atau pemimpin.
Ketaatan tersebut dalam artian harus selalu taat dan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditelurkan secara bersama, tentu selam peraturan itu masih diatas nilai-nilai kemanusiaan dan tidak menyimpang dari aturan agama Islam. Ketaatan itu bukan hanya harus diimplementasikan pada pemimpin dalam artian luas saja dalam artian sempitpun harus menjadi keseharian kita, seperti kepada orang-orang yang memiliki kuasa dan kedudukan yang lebih tinggi. Seorang anak harus taat dan patuh pada kedua orang tuanya, murid kepada gurunya, istri kepada suaminya agar kasus-kasus perceraian yang marak terjadi belakangan ini dan dengan berbagai macam penyebabnya dapat diminimalisir Dari Tbnu Umar Ra. Nabi Muhammad Saw bersabda:
' Wajib bagi seorang muslim mendengarkan dan taat sesuai dengan yang disukai dan apabila diperintah untuk menjalankan maksiat jangan dengarkan dan jangan taati ". (Hr. Muslim).
Ketatatan yang kita lakukan kepada Allah, Rasul dan ulil amri merupakan ketaatan yang akan berakibat baik terhadap amal ibadah kita selama ketatan tersebut tidak diselimuti oleh berbagai bentuk kebohongan, penyakit hati, kemunafikan.
Description: 25:63

Artinya: "Dan hamba-hamba tuhan yang maha penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka.mereka mengucapkan kata-kata yang baik '. ( Qs Al Furqan-63 ).

Adapun ciri-ciri orang yang taat kepada Allah yaitu :
·      Selalu banyak belajar
·      Bersikap sabar
·      Menerima dengan ihtiar
·      Merasa cukup apa yang didapat

C.  Pengertian Qana’ah
Dari segi bahasa, qana’ah berarti rela atau merasa puas.[4] Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW Bersabda :
" Sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim)
Orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT :
Description: 11:6 
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya. (QS: Huud: 6)


ü  Qana’ah dalam kehidupan
            Sifat Qan’ah bukan berarti malas bekerja dan berusaha. Namun sebaliknya, sifat Qana’ah mendorong seseorang giat bekerja dan berusaha untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya dari hasil yang diterimahnya disyukuri dengan penuh kerelaan, tidak pernah kesal dan jengkel. Dengan cara yang benar dan penuh harap kepada Allah swt, ia akan mencurahkan segenap kemampuanya untuk mencapai tujuan hidupnya. Orang yang memiliki sifat Qana’ah akan selalu merasa tentram dan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Dia meyakini bahwa pada hakikatnya kekayaan atau kemiskinan tidak diukkur dengan banyak atau sedikitnya harta, akan tetapi terletak pada klepangan hatinya dalam menerima dan mensyukuri segala anugrah yang di berikan oleh Rasulullah saw. Bersabda yang artinya sebagai berikut, “kekayaan itu bukanlah diasarkan atas banyaknya harta benda, akan tetapi Qana’ah meliputi lima perkara, yaitu sebagai berikut :
Ø  Menerima dengan rela apa yang ada
Ø  Memohon kepada Allah tambahan rizki yang layak dan diiringi dengan ihtiar
Ø  Menerima dengan sabar semua ketentuan Allah
Ø  Bertawakal kepada Allah swt
Ø  Tidak tertarik dengan semua tipu muslihat duniawi
            Sifat Qana’ah merupakan bagian dari sikap mental yang penting dan sangat dibutuhkan bagi pengembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sifat Qana’ah perlu dibiasakan dan ditanamkan pada diri seseorang sedini mungkin agar dapat menjadi bagian dari sikap hidupnya dan tidak terjerumus ke dalam sifat kserakahan, ketamakan yang sangat dibenci oleh islam. Sikap Qana’ah ini juga menghindarkan diri dari sifat-sifat yang dapat merendahkan martabat seperti labo dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada orang lain seolah-olah masih kurang puas dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepadanya. Rasulullah saw bersabda :“ Qana’ah itu adalah simpanan yang tidak akan pernah lenyap.” ( HR.Thabrani ). Pentingnya qana’ah dalam hidup adalah menjadikan kita manusia yang tidak mudah berputus asa, selalu maju, dan tidak tamak.



ü  Fungsi Qana’ah
Sifat Qana’ah memiliki peranan yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian seseorang, dan diantaranya sebagai berikut :
1.      Stabilisator, yaitu sebagai pengendali dari sifat serakah, tamak, dan rakus. Sifat-sifat itu akan mendorong seorang menghalalkan segala cara demi pemenuhan hasrat duniawi, misalnya korupsi, dan merampok. Orang-orang yang bersifat Qana’ah akan terlepas dari sifat-sifat tersebut.sebaliknya akan merasa kaya, berkecukupan, tenang, tentram, lapang dada, dan sabar.
2.      Dinamisator, yaitu kebutuhan batin yang mendorong seseorang untuk memperoleh kemajuan-kemajuan hidupnya, baik untuk kepentingan dunia maupun akhirat.
3.      Reflektor, yaitu pencerminan akan kedekatan diri kepada Allah swt dengan perasaan takut dan penuh harap, perasaan cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasulnya. Cintanya kepada Allah dan Rasul-nya melebihi cintanya kepada orang lain.

Contoh dari sifat Qana’ah adalah Bulan lalu, ada seorang gadis di Bekasi, yang nyaris mati karena bunuh diri.
Rupanya ia minta dinikahkan dengan pujaan hatinya dengan pesta meriah. Karena ayahnya tak mau, dia pun nekat bunuh diri dengan minum Baygon. Untung jiwanya terselamatkan. Seandainya saja tak terselamatkan, naudzubillah min dzalik! Allah mengharamkan surga untuk orang yang mati bunuh diri.
Si gadis tadi rupanya menjadikan kemewahan pernikahannya sebagai sebuah prinsip hidup yang tak bisa dilanggar. Sayang, gadis malang itu mungkin belum menghayati cara Rasulullah menikahkan putrinya.
Pesta pernikahan putri Rasulullah itu menggambarkan kepada kita, betapa kesederhanaan telah menjadi “darah daging” kehidupan Nabi yang mulia. Bahkan ketika “pesta pernikahan” putrinya, yang selayaknya diadakan dengan meriah, Muhammad tetap menunjukkan kesederhanaan.
Bagi Rasulullah, membuat pesta besar untuk pernikahan putrinya bukanlah hal sulit. Tapi, sebagai manusia agung yang suci, “kemegahan” pesta pernikahan putrinya, bukan ditunjukkan oleh hal-hal yang bersifat duniawi.
Rasul justru menunjukkan “kemegahan” kesederhanaan dan “kemegahan” sifat qanaah,yang merupakan kekayaan hakiki. Rasululllah bersabda, “Kekayaan yang sejati adalah kekayaan iman, yang tecermin dalam sifat qanaah”.

D.  Pengertian Sabar
Sabar adalah kemampuan menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan.[5] Seseorang juga dapat dikatakan sabar kecuali sesudah diuji dengan berbagai macam ujian. Sabar juga dapat diartikan. Tabah dan sanggup, menderita dalam menghadapi cobaan atau sesuatu yang disenangi dengan sikap rida, dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. orang yang tabah tidak pernah mengeluh dan tanpa ada rasa putus asa, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.
Nabi Muhammad saw dalam menyiarkan agama islam selalu mengalami cobaan dan rintangan yang banyak sekali,. Beliau dicaci maki, bahkan mendapat perlakuan kasar dengan dilempari batu dan kotoran binatang ketika sedang mengerjakan sholat. Namun demikian beliau tetap sabar dan dengan lapang dada serta hati yang bersih tetap menjalankan tugasnya mengajak umat untuk masuk agama islam
Adakalanya orang tidak sabar ketika diuji dengan kekayaan, dia merasa seluruh kekeyaan itu berasal dari hasil kerja kerasnya siang malam tanpa kenal lelah. Dia melupakan Allah sebagai pemberi Rezeki, dia menjadi sombong dan takabur dengan kekayaanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat AL- Fajr Ayat 15 :
Description: 89:15

Artinya: Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". (QS: Al- Fajr: 15)
Adapula manusia yang ketika diuji dengan kemiskinan dia tidak sabar. Dia merasa dihinakan oleh Allah. Dia berputus asa dari rahmad Allah, sembari melontarkan kata-kata makian kepada-nya. Sebagai firman Allah dalam surat AL- Fajr ayat 16 :
Description: 89:16
  
Artinya: “Dan adapun bila tuhanya mengujinaya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata : “ Tuhanku menghinaku ”. ( Qs. Al- Fajr : 16 )
Baik orang yang gagal ketika diuji dengan kekayaan maupun orang yang gagal tatkala diuji dengan kemiskinan tidak termauk golongan orang-orang yang sabar. Orang yang sabar adalah orang yang tetap menjalankan perintah Allah dan menjahui laranganya diwaktu kaya maupun diwaktu miskin, diwaktu senang maupundiwaktu susah, diwaktu longgar maupun diwaktu sempit. Mereka inilah yang disebut sebagai orang-orang yang bertaqwa dan akan mendapatkan ampunan dan surga dari Allah.
ü  Macam- macam sabar :
1.    Sabar dalam menjauhi maksiat
Seorang muslim harus bersabar untuk menjauhi maksiat. Walaupun keindahan maksiat menggodanya namun dia haruslah tabah dan teguh meninggalkanya. Rasullulah saw bersabda sebagai berikut : “Surga dikelilingi kebencian-kebencian hawa nafsu, sedangkan neraka dikellingi oleh kesenagan-kesenangan hawa nafsu ” (HR. Muslim )
2.    Sabar dalam menjalani ketaatan
Sabar disini merupakan sikap menahan diri dari berbagai kesulitan dan rasa berat dalam melaksanakan ketaatan. Kesabaran dalam hal ini maknanya adalah senantiasa mentaati Allah dalam keadaan bagaimanapun juga, sabar dalam taat ini juga mencakup kesabaran didalam beribadah, berzikir, beramal sholeh dan lainya. Sebagaimana firman Allah dalam (QS: Thaha: 132)
Description: 20:132 
Artinya : “Dan pertahankanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakanya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat ( yang baik ) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. ( Qs. Thaha : 132 )
3.    Sabar dalam menghadapi musibah
Seorang muslim adalah orang yang bersabar manakala ditimpa musibah, Rasullullah saw. Menegaskan bahwa sabar harus di lakukan pada saat-saat permulaan datangnya musibah. Apabila di kali pertama itu dia mengeluh, meratap atau menghujat orang lain, maka dia dianggap tidak bersabar
Description: 31:17 
Artinya : “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hak yang diwajibkan ( Oleh Allah ).” ( Qs Lukman : 17 )

Sabar dapat diwujudkan dalam :
Ø  Sabar dalam menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, ” Betapa banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekuarangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara menghidari pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah mengatakan, ” Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak mengistirahatkan badan .”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam muslim. Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya, apalagi orang lain yang hubunganya jauh darinya, hanya karena kegiatanya menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugrah kegiatan dari allah. ” ( Taisirul wushul, hal.12-13 )
Ø  Sabar dalam Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, ” Dan orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar menghadapi gangguan yang ada di hadapanya. Apabila dia melaksanakanya ibadah kepada Allah menuruti syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida” wal ahwaa” yang menghalagi di hadapanya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan kadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedu-duanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong ” ( Taisiril wushul, hal.13 )
Ø  Sabar dalam Berdakwah
Syaikh Nu’man mengatakan, ” Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya,karena disaat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rosul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ”alaihi wa sallam, ” Tidaklah ada seorangpun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang .”
Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapanya, begitu pula para pengikut dan orang-orang yang menyenangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As sunnah maka akan ditemuinya para pembela bi’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan diteminya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.
Mereka semua akan berusa mnghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalagi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal.13-14 )
Ø  Sabar dalam kemenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah berkata,
Description: 6:34
Artinya: "Allah ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya, "Dan sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka mereka pun bersabar menghadapi pendustaan terhadap mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah pertolongan Kami." (QS. Al An'aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin dekat pula datangnya kemenangan. Dan bukanlah pertolongan/kemenangan itu terbatas hanya pada saat seseorang (da'i) masih hidup saja sehingga dia bisa menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi yang dimaksud pertolongan itu terkadang muncul di saat sesudah kematiannya. Yaitu ketika Allah menundukkan hati-hati umat manusia sehingga menerima dakwahnya serta berpegang teguh dengannya. Sesungguhnya hal itu termasuk pertolongan yang didapatkan oleh da'i mi meskipun dia sudah mati.
Maka wajib bagi para da'i untuk bersabar dalam melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten dalam menjalankannya. Hendaknya dia bersabar dalam menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya dan juga hendaknya dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan yang menghalangi dakwahnya. Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu 'alaihim. Mereka juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Demikianlah, tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum mereka melainkan mereka (kaumnya) mengatakan, 'Dia adalah tukang sihir atau orang gila'." (QS. Adz Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah 'azza wa jalla berfirman, "Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang berasal dari kalangan orang-orang pendosa." (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun, hendaknya para da'i tabah dan bersabar dalam menghadapi itu semua..." (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal- 24)
Ø   Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu 4anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus merasakan siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang panas (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122). Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di jalan Allah. (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122-123)
Lihatlah keteguhan Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak mau mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas Sa'ad bin Abi Waqqash mengatakan, "Wahai lbu, demi Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini..." (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 133) Inilah akidah, inilah kekuatan iman, yang sanggup bertahan dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan topan kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang menimpa kita pada hari ini, baik yang berupa kehilangan harta, kehilangan jiwa dari saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau kekurangan bahan makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang dialami oleh salafush shalih dan para ulama pembela dakwah tauhid di masa silam.
Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang bukan-bukan, bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada yang tertimpa kemiskinan harta, bahkan ada juga yang sampai meninggal di dalam penjara, namun sama sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan mereka. Ingatlah firman Allah ta'ala yang artinya,
Artinya: "Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim." (QS. Ali 'Imran [3] : 102).
            Ingatlah juga janji Allah yang artinya, "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka." (QS. Ath Thalaq [65] :23)
                 Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan." (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya [636] (Lihat Durrah Salafiyah, hai. 148) dan Al Haakim dalam Mustadrak 'ala Shahihain, III/624). (Syarh Arba'in Ibnu 'Utsaimin, hal. 200)

Ø   Sabar Menjauhi Maksiat
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, "Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat terdahulu binasa kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah "azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur'an.
Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang di rubah bentuk fisiknya (dikutuk)."
Pentahqiq kitab tersebut memberikan catatan, "Syaikh memberikan isyarat terhadap sebuah ayat,
             "Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. Al 'Ankabuut [29] : 40).
"Bukankah itu semua terjadi hanya karena satu sebab saja yaitu maksiat kepada Allah tabaaraka wa ta'ala. Karena hak Allah adalah untuk ditaati tidak boleh didurhakai, maka kemaksiatan kepada Allah merupakan kejahatan yang sangat mungkar yang akan menimbulkan kemurkaan, kemarahan serta mengakibatkan turunnya siksa-Nya yang sangat pedih. Jadi, salah satu macam kesabaran adalah bersabar untuk menahan diri dari perbuatan maksiat kepada Allah. Janganlah mendekatinya.
Dan apabila seseorang sudah terlanjur terjatuh di dalamnya hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, meminta ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya dengan berbuat kebaikan-kebaikan. Sebagaimana difirmankan Allah 'azza wa jalla,
Artinya: "Sesungguhnya kebaikan-kebaikan akan menghapuskan kejelekan-kejelekan." (QS. Huud [11] : 114).
Dan juga sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya." (HR. Ahmad, dll, dihasankan Al Albani dalam Misykatul Mashaabih 5043)..." (Thariqul wushul, hal. 15-17)
Ø  Sabar Menerima Takdir
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, "Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adaiah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta..." (Thariqul wushul,hal. 15-17)
Ø   Sabar dan Tauhid
Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul, "Bab Minal iman billah, ash-shabru 'ala aqdarillah" (Bab Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang keimanan kepada Allah)
Syaikh Shalih bin Abdul 'Aziz Alusy Syaikh hafizhahullahu ta'ala mengatakan dalam penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini, "Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). la termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. la menempati relung-relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari'at (untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syari'at (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika menghadapinya.
Hakikat penghambaan adaiah tunduk melaksanakan perintah syari'at serta menjauhi larangan syari'at dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa 'ala untuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdir.
Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama adaiah sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla wa 'ala kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari 'lyaadh bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda "Allah ta'ala berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam rangka menguji dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu'."
Maka hakikat pengutusan Nabi 'alaihish shalaatu was salaam adaiah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian jelas membutuhkan sikap sabar dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai rasul ialah dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab itulah sebagian ulama mengatakan, "Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat, sabar dalam menahan diri dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah yang terasa menyakitkan."
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun membuat sebuah bab tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa ditirapakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau membuat bab ini, untuk menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, "Qutila fulan shabran" (artitiya si polan dibunuh dalam keadaan "shabr") yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar'i.
la disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut istilah syari'at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Di dalam al-Qur'an kata sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan"
Perkataan beliau "Bab Minal imaan, ash shabru 'ala aqdaarillah" artinya: salah satu ciri karakteristik iman kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah, Keimanan itu mempunyai cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-cabang. Maka dengan perkataan "Minal imaan ash shabru" beliau ingin memberikan penegasa bahwa sabar termasuk salah satu cabang keimanan. Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yangmenunjukkanbahwaniyaahah (meratapi mayit) itu juga termasuk salah satu cabang kekufuran . sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuahcabang kekafiran maka dia hams dihadapi dengan sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir Allah yang terasa menyakitkan" (At Tamhiid, hal.389-391)       
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Bisa disimpulkan bahwa yang termasuk akhlak terpuji atau akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari secara umu yaitu sabar,  Qana’ah, sedangkan menurut Syaikh Abdurrahman shidiq al Banjari yaitu  tawakal, sabarr, ikhlas dan menjauhi riya, tawadhu dan menjauhi takabur, syukur dan ridha, shidiq, mahabbah, zikir, al-maut.
Sedangkan wujud dari akhlak kepada pencipta dengan cara taat dan taqwa kepada-nya yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi laranganya dan ternyata dari hasil penelitian menunjukkan bahwa memelihara akhlak terpuji dapat memelihara kesehatan, contohnya pemaaf. Dengan menjadi seorang pemaaf, kita merasa lebih baik tidak hanya batiniyah tapi juga jasmaniyah.
Setelah kita mengenal dan mempelajari tentang kajian akhlak-akhlak terpuji, ternyata betapa indah dan bermanfaatnya berperilaku terpuji bagi kehidupan dan bagi agama islam. Hidup yang berpedoman pada agama merupakan petunjuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, jasmani maupun rokhani.
Dari semua penjelasan diatas maka dapat kita simpulkan bahwa akhlak mahmudah merupakan suatu kewajiban yang diturunkan oleh Allah agar dapat digunakan untuk menata kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Sehingga dengan akhlak mahmudah seseorang bisa menjalin hubungan langsung dengan Allah maupun menjaga silaturahmi dengan sesama manusia agar terjalin suatu ukhuwah yang kuat.

B.  Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca yang merasa dirinya beriman dapat lebih memahami pengertian dan manfaat akhlak terpuji dan akhlak kepada pencipta sekaligus bisa mewujudkan dalam kehidupan sehari hari.





DAFTAR PUSTAKA

Purwanto,Edi, Safuwoh, Siti, 2008. Pendidikan Agama Islam Smp Jilid 3 Jakarta : Piranti
Subroto Didik, LKS Insan Cendekia Akhidah Akhlak VIII Genap, Citra Mentari Malang
Departemen Agama RI, Buku Pelajaran Aqidah-Akhlaq (MTs Jilid Ib), Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI
LKS Pendidikan Agama Islam CERAH SMP
LKS Pendidikan Agama Islam PRESTISE SMA
LKS Pendidikan Agama Islam GRAND STAR SMP
MGP Pendidikan Agama SMP.2007 ARUM. Magetan :
MGMP / MKKS SMP. Kabupaten Magetan.
















[1] Didik Subroto, LKS Insan Cendekia Akhidah Akhlak VIII Genap, Citra Mentari Malang, p. 25.
[2] Departemen Agama RI, BUKU PELAJARAN AQIDAH-AKHLAQ (MTS Jilid IB), Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, hal 49
[3] Ibid, hal 49-50
[4] Didik Subroto, LKS Insan Cendekia Akhidah Akhlak VIII Ganjil, Citra Mentari Malang, p. 19.
[5] Didik Subroto, LKS Insan Cendekia Akhidah Akhlak VIII Ganjil, Citra Mentari Malang, p. 16.

1 komentar: