BAB
I
PENDAHULUAN
Kebudayaan
di Indonesia sangat banyak ragamnya, segala tindak tanduk kelakuan manusia
mempunyai tata cara menurut kebudayaannya masing – masing, dan walaupun
kebudayaan itu muncul pada abad – abad terdahulu, namun sampai sekarang masih
ada yang di lestarikan oleh masyarakat indonesia, walaupun terkadang ada
sebagian kebudayaan yang termakan oleh masa dan globalisasi.
Dalam
karya ilmiah ini penulis akan membahas salah satu budaya yang masih di
lestarikan hingga pada saat sekarang ini, yakni pada prosesi pernikahan pada
adat jawa. Dalam prosesi pernikahan di adat jawa sangat banyak yang harus kita
ketahui, karena selama ini mungkin ada sebagian di kalangan masyarakat yang
menganggap pada prosesi pernikahan di adat jawa mengandung unsur – unsur
negatif.
Namun
disini akan dipaparkan oleh penulis tentang prosesi pernikahan dalam adat jawa,
namun sebelumnya perlu kita ketahui bahwa budaya yang ada selama ini bukan
hanya sekedar tata cara semata namun pastilah ada nilai – nilai pesan atau
moral yang terkandung dalam budaya itu tersebut, contohnya saja pada judul yang
akan di bahas oleh para penulis yakni, prosesi penikahan pada adat jawa.
Beranjak
dari itu semua penulis menghanturkan banyak ucapan terima kasih terutama pada
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Budaya Dasar, yakni ibu Ni’matuz Zuhroh, M.Si .
dan kepada teman – teman sejawat seperjuangan yang berperan dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, semoga karya ilmiah ini dapat menambah ilmu pengetahuan kita
dalam bidang budaya. Dan penulis juga sadar bahwa tidak ada yang sempurna di
dunia ini, oleh karena itu penulis berharap kritikan dari para pembaca untuk
kemaksimalan makalah ini.
1.1 Latar Belakang
Masalah
Di
bumi Indonesia yang kaya akan ragam budaya, adat istiadat yang dimiliki beragam
pula. Termasuk di dalamnya prosesi pernikahan. Adat Jawa misalnya. Kebanyakan
orang hanya mengenal proses siraman dan midodareni. Padahal ada beberapa proses
lain yang tak kalah pentingnya.
Proses
pernikahan adat Jawa dimulai dengan Siraman yang dilakukan sebagi proses
pembersihan jiwa dan raga yang dilakukan sehari sebelum ijab kabul. Ada 7
Pitulungan (penolong) yang melakukan proses siraman. Airnya merupakan campuran
dari kembang setaman yang disebut Banyu Perwitosari yang jika memungkinkan
diambil dari 7 mata air. Diawali siraman oleh orangtua calon pengantin, acara
siraman ditutup oleh siraman pemaes yang kemudian memecahkan kendi.
Beranjak malam,
acara dilanjutkan dengan Midodareni, yaitu malam kedua mempelai melepas masa
lajang. Dalam acara Midodareni yang digelar di kediaman perempuan ini, ada
acara nyantrik untuk memastikan pengantin laki-laki akan hadir pada ijab kabul
dan kepastian bahwa keluarga mempelai perempuan siap melaksanakan perkawinan
dan upacara panggih di hari berikutnya.
1. Upacara Panggih
2. Balangan suruh
3. Wiji dadi
4. Pupuk
5. Sinduran
6. Timbang
7. Kacar-kucur
8. Dahar Klimah
9. Sungkeman
1.2 Rumusan masalah
1.
Bagaimana
prosesi pernikahan panggih temanten di adat jawa ?
2.
Bagaimana
upacara panggih temanten dilihat dari segi budaya ?
3.
Bagaimana
prosesi panggih temanten di adat jawa menurut pandangan islam ?
BAB
II
KONSEPSI
TEORI
Perkawinan merupakan hak dan sunnah kehidupan yang harus
dilalui oleh seseorang dalam kehidupan "normalnya". Setiap manusia
dewasa yang sehat secara jasmani dan rohani pasti membutuhkan teman hidup yang
berlainan jenis kelaminnya. Teman hidup itu diharapkan dapat memenuhi hasrat
biologisnya, dapat dikasihi dan mengasihi, serta dapat diajak bekerja sama
mewujudkan sebuah rumah tangga yang tentram, dan sejahtera.
Dalam Bahasa Arab perkawinan disebut dengan nikah yang
berarti berkumpul menjadi satu. Karena itu nikah secara istilah seringkali
diartikan sebagai suatu aqad yang berisi pembolehan melakukan hubungan seksual
dengan menggunakan lafal inkahin (menikahkan) atau tazwijin (mengawinkan).[1]
Peristiwa hukum berupa pernikahan dalam agama Islam
dianjurkan dengan berbagai bentuk, mulai penyebutan sebagai sunnah para nabi
dan rasul yang harus diikuti oleh setiap insan beriman atau sebagai bentuk ayat
(tanda-tanda) kebesaran Allah.
Diantara bukti sahnya sebuah hubungan perkawinan adalah
diadakannya acara resepsi perkawinan atau walimah. Pesta perkawinan pada tiap
daerah memiliki cirri khas yang berbeda-beda.
Proses mencari jodoh dalam Islam tidaklah semudah “membeli kucing dalam
karung”. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “Coba
dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana pacaran kawula muda di masa sekarang.
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses
sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut
ini kami bawakan perinciannya.
A.
Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab
adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari
pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya
nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalihin.”
Qabul
adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya
terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah
yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai
berikut:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (آل عمران: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. (النساء:
1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
(الأحزاب: 70-71)
B.
Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul
ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya
perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf
radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah
menikah: “Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor
kambing.”[2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah
ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu
disebutkan:
“Tidaklah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi
istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan
Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.”[3]
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah
dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin
baru.
Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil,
tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara gemerincing.) dalam
rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pemisah antara
apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.”[4]
Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara
dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia.[5]
Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau
memainkan alat-alat musik, karena semua itu hukumnya haram. Disunnahkan bagi
yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Adalah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau
mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta
mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.”[6]
C.
Setelah akad
Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia
ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa
perkara berikut ini:
Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya
karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian
pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan
hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui
istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha[7]
Kedua: Disenangi baginya
untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan disebutkan dalam masalah
mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga: Berlaku lemah
lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang
semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan radhiyallahu
‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk dipertemukan
dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai aku
memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah.
Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada
beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah
yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum
sedikit dari susu tersebut.”[8]
Keempat: Meletakkan
tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya) sembari
mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah
seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka
hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari
kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan
aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau
ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.”[9]
Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan
mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal
ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah
Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku
mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara
mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum. Lalu
ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang
menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka
menjawab memang seharusnya demikian.
Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka
mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua
rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kebaikannya dan
berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.”[10]
BAB III
STUDI
KASUS
3.1 Prosesi Upacara
Panggih Temanten
A. Bertemunya Pengantin
Kata pengantin berasal dari bahasa
jawa artinya menunggu, menunggu untuk dipertemukan dan dikawinkan dengan
kekasih yang dicintainya. Disini perlu kami jelaskan bedanya pengantin dengan
temanten. Temanten berasal dari kata temu artinya bertemu dengan kekasih yang
ditunggu-tunggu. Istilah pengantin sebenarnya hanya dipergunakan dari saat
pembicaraan perkawinan disepakati atau lamaran hingga sebelum panggih. Begitu
sudah panggih kedua mempelai yang dilanda asmara itu sudah bertemu maka boleh
disebut Temanten.
Upacara
yang berarti bertemu ini melibatkan banyak pihak dan dihadiri banyak tamu
undangan. Karena itu, maka segala upaya dikerahkan untuk bisa menyukseskan
upacara ini. Dulu upacara panggih itu selalu diselenggarakan ditengah pintu
diwaktu sore hari saat matahari terbenam. Hal itu dilakukan karena, saat itu
adalah merupakan bertemunya antara siang dan malam, sekaligus dipakai sebagai
lambing pertemuan antara pria dan wanita. Kini, acara pesta umumnya
diselenggarakan pada siang atau malam hari, sebagai klimaks dari seluruh
rangkaian acara yang ada, upacara ini diharapkan akan disaksikan oleh para
undangan yang terhormat.
B.
Sesaji Panggih
Menyambut acara panggih, ada
peralatan upacara yang harus disiapkan sebelum acara itu berlangsung, peralatan
itu berupa :
- Gantal
: yakni lintingan sirih yang diikat dengan benang yang didalamnya diisi
dengan pinang muda, sirih yang digunakan bukan asal sirih, tapi sirih temu
ros, yaitu yang sirih urat-urat bagian kanan kirinya saling bertemu.
- Bokor
Mas : yakni bokor yang ukuran sedang berwarna kuning mas diisi air dan
bunga setaman yang terdiri dari bunga mawar, melati dan kenanga.
- Kacar
Kucur : yakni segala perlengkapan yang harus disiapkan untuk upacara
kacar-kucur yang terdiri dari beras kuning,jagung,kacang hijau, kedelai
hitam-putih, kluwak, kemiri, bunga telon, uang logam, tikar bongko, dan
kain putih.
- Telur
ayam : ditaruh diatas baki yang diberi taplak kain putih.
- Kain
Sindur : yakni kain selendang untuk upacara sinduran.
C.
Asrah Sanggan dan Kembar Mayang
Sebelum upacara panggih dimulai,
mempelai wanita sudah lebih dulu didudukkan di pelaminan bersama kedua orang
tuanya. Sebelum memasuki upacara panggih, ada beberapa upacara yang dilakukan,
yaitu menyerahkan sanggan dan cikal kepada ibu dan ayah mempelai wanita,serta
menukar kembar mayang. Jika seorang pria mau menikah, dan telah memiliki mas
kawin atau mahar, maka pasangan mempelai yang ingin mengikuti acara panggih
kemantin harus dengan menggunakan kembar mayang.
Para pengiring pengantin putra
disusun dengan tata urutan sebagai berikut:
-
Seorang ibu yang
membawa sanggan yang berupa pisang ayu dan sirih ayu sebagai symbol ungkapan
sedya rahayu. Maksudnya, agar dalam berumah tangga keduanya diberkati dengan
kesejahteraan yang lestari.
-
Pembawa dua
batang cikal, yakni pohon kelapa muda yang baru tumbuh
-
Pembawa kembar
mayang
-
Pengantin putra
yang digandeng oleh dua orang pinisepuh.
-
Keluarga
sekandung dan baru para keluarga dan kerabat dekat pengantin putra. Teman dekat
atau pengiring lain berada diurutan belakang.
Sedangkan
rangkaian kegiatan dalam prosesi panjang ini, adalah sebagai berikut : petugas
yang membawa sanggan, cikal, maupun kembar mayang, mereka berjalan lebih dulu
secara berurutan dan posisinya agak jauh dari posisi pengantin pitra dan
rombongan. Sebelum tiba di upacara panggih, pengantin putra bersama rombongan
berhenti, petugas pembawa sanggan, cikal, dan kembar mayang maju melakukan
tugasnya.
Pembawa sanggan menyerahkan kepada ibu
mempelai putri, pembawa cikal menyerahkan bibit kelapa kepada ayah mempelai
putri. Pembawa kembar mayang naik ke pelaminan menggantikan kembar mayang yang
terpasang disitu dengan kembar mayang yang baru dibawanya, yang dimaksudkan
agar kembar mayang yang berada dipelaminan tetap segar. Sedangkan kembar mayang
yang lama sudah mulai agak layu dibuang ke perempatan jalan.
Selesai mengganti kembar mayang, dengan
digandeng kedua orang tuanya, mempelai putri menuju ke tempat upacara panggih.
Dari arah berlawanan, mempelai pria digandeng dua sesepuh menuju tempat yang
sama.
Acara ini diiringi dengan gending kebo
giro, ladrang wilujeng atau monggang. Alat yang digunakan untuk upacara sanggan
berupa pisang ayu dan sirih ayu, cikal atau bibit pohon kepala serta kembar
mayang. Waktu pengantin hendak dipertemukan diadakan bucalan gantal atau
lempar-lemparan secarik sirih, ngidak tigan, wisuhan, kacar-kucur, pangkon
timbang, kemudian dahar saklimah.
D.
Adicara Bucalan Gantal
pada tempat panggih kedua mempelai
bersiap melakukan acara bucalan gantal, ada empat buah gantal tersedia
masing-masing pengantin mendapat dua gantal yaitu, gantal gondhang asih dan
gantal gondhang telur yang bermakna bahwa kedua mempelai secara lahir batin
telah menyatukan tekad dan rasa yang utuh untuk menghadapi suka duka maupun
pahit getirnya kehidupan berumah tangga, agar keduanya saling mengasihi dan
member nasehat.
Sirih temu ros, suatu simbolik ,
meski memiliki dua permukaan yang berbeda namun rasanya sama yang melambangkan
bersatunyan rasa antara pria dan wanita. Pada zaman dahulu sirih merupakan
penghubung silaturahmi dan kekeluargaan. Seorang jejaka yang jatuh hati kepada
seorang gadis dan ingin memperistrinya maka jejaka itu mengirimkan daun
sirihyang sudah dijadikan gantalkepada si gadis, apabila si gadis menerimanya
maka, ia membalas dengan gantal pula. Dan yang melempar gantal lebih dulu
adalah pengantin lelaki sebab yang melamar adalah pengantin lelaki.
Pengantin wanita itu melempar ke
kaki pengantin putra sebagai lambing tunduk kepada sang suami. Sedang pengantin
putra melemparkearah jantung pengantin putrid sebagai lambing kasih sayang.
Setelah acara ini, kemudian me;anjutkan pasang garu. Setelah melempar gantal
kedua mempelai memasukkan kepalanya ke pasangan kepala sapi atau kerbau dalam
garu, alat pembajak sawah. Pria sebelah kanan wanita sebelah kiri, acara ini
diiringi gending ayak-ayak. Gantal adalah pinang yang dibungkus dengan daun
sirih ros lalu diikat dengan benang lawe dan jika ada alat pembajak sawah/garu.
- Ngidak
tigan lan wijik sekar setaman
Acara
selanjutnya adalah upacara ngidak tigan, wijik dadi yang berarti injak telur,
bibit jadi. Hal ini merupakan perlambang bahwa pengantin lelaki harus dengan
tepat dapat memecahkan telur pengantin putrid sehingga berhasil menurunkan
benih dan mendapatkan keturunan yang baik. Pengantin putra tetap erdiri dengan
kaki diposisikan menginjak telur yang ditaru diatas nampan, sementara pengantin
wanita jongkok didepannya.
Peristiwa
ini memiliki banyak makna. Selain sebaga lambing, peralihan darimasa lajang
kedua pengantin yang akan memasuki dunia kehidupan baru yang berat dan penuh
tantangan. Upacara ngidak tigan ini juga sbagi symbol pemecahan slaput dara
pengantin putri lewat pengantin putra. Kewajiban suami istri secara biologis
dalam melanjutkan keturunan. Karena itu disaat menginjak telur itu pengantin
putra berucap ambedha korining kasuargan,
membuka gerbang surge.
Upacara
ngidak tigan ini adalah upacara tradisional yang dilakukan utuk pengantin adat
jawa. Sebagian masyarakat ada yang melanjutkan upacara ini dengan membrikan
minum air putih dari kendi. Maksudnya, setelah nalarnya terbuka, pengantin
diharapkan mampu memikirkan segala masalah dengan lebih hening dan tenang.
Cara
ini diiringi gendhing kodhok ngorek. Gendhing ini bernuansa wibawa, agung,
adiluhung dan membawa pendengar larut dalam indahnya irama katak yang sedang
bernyanyi di kolam. Gendhing ini sering dilanjutkan dengan ketawang laras maya,
sedangkan alat sesajinya adalah telur ayam. Agar pecahan telur ayam tidak
mengotori lantai atau karpet, sebaiknya telur utuh itu dimasukkan kedalam
plastic putih, tambahan lain kendi yang diisi air putih matang dingin.
Usai
pengantin putra menginjak telur itu, pengantin putrid kemudian mencuci dan
mengeringkan kaki pasangannya dengan handuk, baru kemudian dimasukkan kaki
suaminya ke selop. Setelah itu pengantin putrid itu lalu sungkem. Ini sebagi
lambing bakti seorang istri kepada suaminya. Dengan kaki yang sudah tercuci
pengantin putra diharapkan bersih lahir batin saat mengikuti puncak acara itu.
Dengan
mengulurkan tangannya, pengantin putra membangunkan pengantin putrid yang masih
jongkok. Ini bermakna bakti pengantin putrid sangat dihargai oleh suaminya,
sehingga ia pun mengangkat istrinya untuk berdiri sebagai mitra sejajar.
Setelah itu tengkuk kedua mempelai si usap-usap dengan air setaman oleh kedua
orang tua pengantin wanita. Hikmah yang tersirat adalah agar dalam menempuh hidup
baru keduanya selalu diberi kesabaran, lapang dada dan ketenangan dalam
menghadapi berbagai persoalan kehidupan seperti sifat air. Sedangkan bunga
setaman yang harum itu sebagai lambing keluarga baru itu mampu menjaga nama
harum keluarga, bangsa, dan agama.
Kedua
mempelai langsung menyucikan tangannya didalam bokor yang berisi kembang
setaman. Ini merupakan simbul kesucian niat lahir batin dakam menempuh hidup
baru. Sebagai usaha pembekalan lahir batin dalam memasuki bahtera kehidupan
yang sama sekali belum mereka kenal, mereka perlu mempersiapkan diri baik
secara moral, material, maupun secara spiritual. Menurut tradisi kuno, waktu
pengantin laki-laki datang, pengantin wanita harus menjemput diambang pintu,
dibarengi dengan perbuatan tanda hormat dan bakti ialah ia bersembah, lalu
berjongkok untuk membasuh kaki sang suami dengan air bunga setaman. Upacara ini
sekarang diganti dengan saling berjabat tangan sebagai tanda saling mencintai
dan menghormati.
Mengakhiri
acara ini, mempelai wanita kemudian mengitari mempelai pria, sebagi symbol
pelindung. Maksudnya, agar dalam membina bahtera rumahtangga kelak, suaminya
perlu dilindungi agar tidak tergoda oleh wanita lain. Acara ini diiringi dengan
gendhing kodhok ngorek cara balen. Sedangkan alat upacara berupa bokor berisi
air kembang setaman atau kembang telon yang berisi bunga mawar, melati, dan
kenanga lalu handuk kecil dan keset.
- Adicara
sinduran lan Kacar Kucur
Sepasang
pengantin kemudian saling berdampingan, pengantin putrid desebelah kiri dan
pria disebelah kanan. Ibu pengantin putri mengenakan dan memegangi sindur dari
belakang, sementara ayahnya berada di depan pengangtin berjalan pelan-pelan
didepan. Dengan mengalungkan kain sindur dipundak mempelai ini sebagai symbol
untuk menyatukan kedua mempelai menjadi satu.
Kedua
kelingking sepasang mempelai itu, saling bergandengan, sementara tangan mereka
yang lain memegang baju ayah pengantin putri. Secara sederhana sindur bisa
berarti isin mundur atau malu bila mundur. Maksudnya, walau badai kehidu[an
yang harus mereka hadapi sangat berat. Selain itu, kemul sindur memiliki makna
yang cukup dalam. Kedua mempelai menyatu lahir batin dalam satu tujuan hidup,
ibu yang berada dibelakang merestui pasangan itu, tut wuri handayani sementara
sang ayah berada di depan sebagai teladan semuanya, ing ngarso sung tuladha.
Acara
ini diiringi gending ketawang laras maya, alat upacara yang diperlukan adalah
kain sindur acara berikutnya adalah upacara kacar-kucur. Upacara ini adalah
lambing suami yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga menyerahkan hasil
jerih payahnya pada istrinya. Pengantin putra berdiri di depan istrinya dalam
posisi agak menunduk lalu mengucurkan bungkusan kacar-kucur ke bentangan
saputangan tuak di pangkuan pengantin putri. Dalam waktu yang hamper bersamaan,
para pinui sepuh mengucapkan “Kacar-Kucur wong liyo dadi sedulur. Kacang kawak
dele kawak, wong liyo dadi sanak”.
- Pangkon
timbang lan dahar` saklimah
Dengan
masih tetap diiringi musik
gending ketawang laras maya, tahap berikutnya
adalah pangkon timbang. Sebagain lambang
bahwa kedua orang tua pengantin putri tidak membeda-bedakan antara anak sendiri
dan menantu. Tatacara adalah sebagai berikut : ayah pengantin putri duduk di
pelaminan dengan posisi lutut tegak siku-siku. Pengantin pria kemudian disuruh duduk
dipaha kiri ayahnya. Acara ini dapat
juga diiringi dengan gending mugi rahayu. Isi gending ini adalah do’a
pujian kepada suami istri agar dalam menjalani kehidupan rumah tangga mendapat
kan berkah dfan keselamatan. Alat upacara yang dibutuhkan untuk acara ini
adalah saputangan, klasa Bangka, uang frecehan logam, beras kuning, kedelai
putih dan hitam, kacang hijau, kacang tolo. Kluwak, kemiri, dan kembang telon.
Ayah
pengantin putri yang sudah berdiri dihadapan kedua mempelai lau didampingi oleh
isteinya mendudukkan sepasang pengantin itu di pelaminan dengan menekan pundak,
hal ini sebagai symbol kdua orangtua calon mempelai wanita telah mendudukkan
pasangan pada tempat yang selayaknya, acara ini diiringi dengan gending udan
basuki atau udan riris. Acara selanjutnya adalah Dhahar Saklimah yang memiliki
makna kedua mempelai biasa hidup rukun, toltong menolong, dan saling mengisi.
Pengantin saling membuat kepelan dari nasi punar lalu saling menyuapin sebanyak
tiga kali. Yang artinya suami istri hendaknya membangun keakraban lahir batin
dan saling menerima apa adanya.
- Adicara
Sungkeman
Upacara
sungkeman dilangsungkan sebagai wujud bahwa kedua mempelai akan patuh dan
bernakti kepada kedua orang tua mereka, baik terhadap orang tua pengantin
putrid atau putra. Sebelum melakukan sungkem, penagntin putra melepas kerisnya
terlebih dahulu, sementara pengantin putrid melepas slopnya. Sungkeman dimjulai
oleh pengantin putrid pada ayah dan ibu. Kalau masih ada, eyang baik dari ayah
maupun ibu juga desungkemi. Setelah itu sungkem terhadap ayah mertua, dan ibu
mertua, eyang dari pihak oengantin putrid kalau masih ada. Demikian kemudian
dissusul oleh pengantin putrid mengikuti sungkem juga.
Kalau
sajian makanan pada acara itu tidak prasmanan, maka tamu harus disediakan tempat
duduk. Pada upacara sungkeman ini berlangsung pihak panitia bisa mulai
mengeluarkan hidangan awal, seperti minuman dan snack. Pada saat ini juga bisa
dipersiapkan acar hiburan, berupa music, tarian tradisional, atau sajian
lagu-lagu.
Acara
agung ini diiringi dengan music Langen Gita Sri Narendra, Ketawang Tumadah,
atau Ladrang Sri Widada Laras Pelog Pathet Barang, atau nyanyian dan Dndhang
Gula. Hiburan tarian cocok adalah tari Karonsih yang dibawakan sepasang remaja
yang tampan dan cantik. Tari Karonsih ini sudah umum dan menjadi milik rakyat.
Pada perhelatan pernikahan sering ditampilkan tarian tersebut. Tari Karonsih
ini melambangkan pertemuan antara Raden Panji Inukertapatih dengan Dewi
Sekartaji, yang telah lama berpisah.
BAB IV
4.1 ANALISIS
Prosesi pernikahan di adat Jawa,
jika dilihat memang sangat rumit namun, jika dilihat banyak pesan-pesan
tersirat didalam prosesi tersebut. Selain pesan juga banyak do’a-do’a yang
disampaikan melalui prosesi tersebut.
Jika dilihat dari sudut pandang islam,
pernikahan itu tidak serumit selayaknya pernikahan di adat Jawa. Karena pada
pernikahan dalam islam, sah nya sebuah pernikahan dalam islam itu hanya dengan
prosesi Ijab Kabul/Akad Nikah yang disetujui oleh kedua belah pihak orang tua
dan disertai dengan saksi. Selain itu, ada salah satu prosesi pernikahan yang
menurut adat Jawa harus dilakukan namun menurut Islam itu suatu hal yang
bertentengan dalam syariat Islam. Contohnya, membuat Sesaji Pengantin yang
beraroma mistis seakan mereka menyembah roh nenek moyang mereka.
Jika sesaji tersebut hanya sekedar
sebagai lantaran ( wasilah ) supaya acara pernikahannya lancar tidak di ganggu
jin penunggu serta masih beriktiqot bahwa pemberi keselamatan dan kemadhorotan
adalah Allah maka hukumnya boleh tapi makruh, karena pelaksanaan tadi ada unsur
idho’atul mal, kami tidak mengatakan haram sebab keharaman yang di timbulkan
dari idho’atul mal itu jika tidak ada tujuan yang jelas sedangkan jika tujuannya
menolak gangguan jin maka hukumnya tetap di perbolehkan.[11]
Sedangkan apabila sesaji tadi
bertujuan mengagungkan tempat keramat tersebut serta ada iktiqot bahwa
merekalah yang bisa melancarkan acaranya dan yang memberi keselamatan maka
hukumnya haram.[12]
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari
segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan
Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan
selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga
sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah
mereka matikan dan padamkan.
Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah
dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang
mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin ?”. (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara
selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat
mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Barangsiapa yang mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran :
85).
4.2
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita
tarik kesimpulan bahwasannya, adat tetap adat dan syari’at tetaplah syari’at,
walaupun dalam suatu upacara adat terdapat sesuatu yang menyimpang, agama
tetaplah menjadi tolak ukur, dan ajaran atau peraturan Islam harus lebih tinggi dari
segalanya. Jadi, setiap acara upacara
dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, wajib untuk dihilangkan.
Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan yang selalu meninggikan dan menyanjung
adat istiadat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Jatman,
Darmanto.1993.Sekitar Masalah Budaya.Bandung:Alumni.
-
Laksono, P.M.2002.Teori Budaya.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
-
Dhorini, Taufik
Rohman.2006.Antropologi.PT.Ghalia
Indonesia.
-
Hariwijaya,
M.2005.Perkawinan Adat Jawa.Jakarta:Hanggar
Kreator.
[1]
Rasjid : 2004, hlm 174
[2]
HR. Al-bukhari no. 5167 dan Muslim no
3475
[3] HR.
AL-bukhari no 5168 dan muslim no 3489
[4] HR.
annasai no 3389 ibnu majah 1896 dihasansan al-imam al-bani rahimahullahu dalam
al irwa’ no. 1994
[5] Syarhus
sunnah 9/47,48
[6]
HR At-TIrmidzi no. 1091 disahihkan oleh Al imam Al Al bani rahimahullahu dalam
shahih sunnah at- tirmidzi
[7]
HR Muslim no. 590
[8] (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara
ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)
[9](HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
[10]
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata
dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).
[12] (Siroj
AL-tolibin 1/110)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar